Pikiran Gila


Soe hok gie pernah berkata bahwa mati muda itu jauh lebih baik daripada mati tua. “simple is everything”, kata Bill gates. Matt Shadows pernah bilang, Do What You Love or Die Unhappy. Sherlock Holmes juga pernah berkata, Jika semua hal yangg mungkin itu tidak mungkin, maka hal yang tidak mungkin adalah hal yg paling mungkin.

Perkataan-perkataan diatas cukup unik dan aneh bukan? Kadang kita memang mempunyai gagasan-gagasan dan pikiran yang aneh, absurd dan memberontak. Kau pernah mengalaminya? Aku pernah.

Aku pernah ingin lebih baik Drop Out. Ya, drop out atau keluar dari sekolah formal. Aku membayangkan bisa mencari ilmu, belajar, dan berkarya dengan bidang-bidang yang aku tekuni. Dan aku rasa itu akan jauh lebih efektif dan aku dapat memanage hidupku dengan lebih fokus dan dengan target-target yang akan aku capai. Ini juga akan menghemat waktu. Karena yang dibutuhkan setelah keluar dari sekolah adalah “hanya” kegigihan untuk terus belajar, berfikir, dan bekerja.

Terdengar gila bukan?

Ada 3 alasan mengapa gagasanku ini gila. Pertama, dengan keluar dari sekolah, berarti aku meninggalkan teman-temanku yang dimana dengan merekalah aku mendapatkan banyak pengalaman dan momen-momen berharga, aku meninggalkan organisasi, dan juga meninggalkan sekolah unggulan yang padahal banyak orang mengiinkan belajar disana. Yang kedua, dengan keluar dari sekolah berarti aku telah mengambil keputusan besar dalam hidup, karena dizaman platinum ini apa yang bisa dilakukan seseorang yang hanya berijazahkan SMP? Jadi kasir di swalayan? Yang ketiga, aku bukanlah orang yang sejenius Bill gates, Einstein, ataupun Alva Edsison yang meskipun Drop Out mereka dapat mengubah dunia. Ini memang aneh.

Tapi diluar itu semua, ada alasan yang mendorongku dan menganggukan kepala saat aku menggagaskan pikiran ini.


Telur Emas dan Angsa


aku asumsikan telur emas adalah tujuan dari pendidikan formal kita, yaitu melahirkan menciptakan individu-individu yang merdeka, matang, bertanggung jawab, dan peka terhadap realitas sosial. Pendidikan memang merupakan salah satu alternatif yang paling dipertimbangkan untuk mendapatkan telur emas tersebut, terutama dinegara yang kondisinya seperti Indonesia. Pendidikan formal merupakan salah satu cara untuk bisa mengangkat kredibilitas kita dihadapan negara-negara lain, karena dengan pendidikan formal kita dapat melahirkan berbagai macam ahli dan sarjana untuk dapat ikut membangun negeri ini. Lagi pula, aliran pendidikan yang dilakukan oleh pendidikan formal itu cukup bagus, yaitu aliran Perenialisme. Tokoh aliran ini adalah Plato, Aristoteles, dan Thomas Aquino. Mereka berpendapat bahwa belajar adalah berfikir. Oleh sebab itu, kita dilatih berfikir sejak dini, salah satunya melalui Taman Kanak-kanak.

Tetapi, esensi yang sebenarnya untuk dapat mempunyai telur emas ini adalah dengan mendapatkan angsa yang menghasilkan telur-telur ini. Aku berpendapat bahwa yang terpenting dan yang paling berkesan dalam pendidikan formal adalah keahlian-keahlian dan pemahaman yang sebenarnya akan ilmu pengetahuan. Sehingga dengan begitu individu-individu dapat mengekspresikan pemahaman itu kepada berbagai ilmu pengetahuan yang ingin digelutinya. Aku rasa, tujuan pendidikan yang terpenting adalah bagaimana menumbuhkan rasa keingintahuan dan kreatifitas bertanya pada setiap murid, dan rasa kegigihan untuk dapat mencari jawaban yang tepat. Itu saja.

Dari analogi seperti itu, aku punya dua alasan saat aku berpikir untuk keluar dari sekolah formal.

Telur yang dicari bukanlah telur emas

Aku tidak tahu telur apa, tapi yang terjadi pada kenyataannya adalah banyak pelaku-pelaku pendidikan yang tindakan-tindakannya tidak mencerminkan bahwa ia ingin mendapatkan telur emas pendidikan.

Banyak orang yang curang dan tidak jujur. Ijazah dengan mudah diperjual belikan. Mereka berfikir bahwa pendidikan formal hanyalah untuk mendapatkan ijazah, dan bila mereka lakukan sesuai adanya, itu akan membuang-buang waktu. Nilai, angka-angka di rapor, itulah yang menjadi orientasi kebanyakan siswa di lingkungan kita. Suatu paradigma yang saat ini semakin menjadi trend terselubung.

Pendidikan sudah banyak bercampur dengan unsur-unsur politik dan bisnis. Ada banyak band, atau produk-produk yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pendidikan melakukan promosi dilingkungan sekolah. Aku rasa ini salah satu yang paling parah. Di TV aku sering melihat berbagai macam acara hiburan yang dipentaskan disebuah sekolah. Aku tidak setuju mengenai hal ini. Apa hubungannya kegiatan-kegiatan tadi dengan pendidikan? Itu hanya akan menumbuhkan citra yang lebih buruk lagi pada pendidikan di Indoensia.

Kita hidup memang membutuhkan ilmu dan berbagai macam keahlian untuk dapat hidup mandiri. Tetapi itu bukan berarti kita harus menjadi “master” disemua bidang studi. Selama 12 tahun setiap murid dituntut untuk dapat menguasai semua bidang studi tertentu. Secara psikologis, ini membuktikan pendidikan formal kita menganut mazhab behavioristik. Siswa diwajibkan menurut dan tunduk pada semua yang tertulis dibuku paket pelajaran. Yang mempunyai pendapat yang berbeda, ia akan disalahkan. Setiap siswa harus mencapai standar tertentu dihampir satu lusin bidang studi. Inilah justru yang membuat begitu banyak siswa yang lebih memilih cara curang, dan ini mengindikasikan salah satu pelanggaran dalam pendidikan.

Kalau boleh aku berpendapat, pendidikan seperti ini cenderung akan melahirkan individu-individu yang versatile, bukan spesialis. Versatile berarti setiap orang bisa melakukan semua bidang, tetapi dengan kecenderungan keahlian yang hanya digaris standar rata-rata. Berbeda dengan spesialis yang mempunyai keahlian dominan hanya dalam satu atau beberapa bidang, tetapi sampai keakar-akarnya. Mereka menjadi mater didalam industri mereka.

Kita memang perlu dan butuh pengetahuan dibidang-bidang yang lain. Tetapi, hey.. lihatlah! Kita sekarang sudah dizaman dimana akses informasi tidak terbatas ada diujung telunjuk jari. Mau sepintar orang-orang di Jepang? Bacalah seluruh isi Wikipedia! Walaupun terdengar lucu, aku yakin pengetahuannya akan lebih luas dibanding orang-orang yang berpendidikan formal dengan cara curang.

Ada Cara Lain untuk mendapatkan Angsa

Dikalangan pelajar dan mungkin mahasiswa juga, banyak orang yang mengidolakan apa yang dilakukan Bill Gates. Ia drop out dari kuliahnya di Harvard, tetapi akhirnya menjadi orang terkaya didunia. Sekarang saya akan berbicara jujur.

Banyakkah orang-orang yang seberuntung Bill gates, Mark Zuckerberg, Mike Lazaridis (pendiri perusahaan RIM, Blackberry yang juga DO dari kuliahnya), ataupun Einstein? Tidak! Kita bisa melihat bahwa orang-orang yang sukses secara finansial mereka juga sukses dipendidikan formalnya, mereka berpendidikan tinggi. Satu persamaan dari orang-orang kaya ini dengan Bill Gates adalah mereka sudah mendapatkan angsa untuk mendapatkan kekayaan materi. Bill gates keluar dari kampusnya bisa jadi karena dia sudah yakin dengan apa yang dilakukannya, dan dia juga yakin itu akan berhasil, lalu ia membuatnya menjadi kenyataan dan akhirnya tercapai. Ia sudah mempunyai angsanya. Begitu pula orang-orang kaya tadi, mereka sudah mempunyai angsa-angsa yang menghasilkan telur emas financial. Hanya dengan cara yang berbeda.

Yang salah dari paradigma kita adalah, untuk mendapatkan telur emas satu-satunya cara adalah dengan melalui pendidikan formal. Banyak orang-orang yang kurang mampu menyekolahkan anaknya ataupun orang-orang yang ingin bersekolah tetapi tidak bisa, mereka lebih memilih pasrah dan menerima apapun yang sudah ditakdirkan alam padanya. Mereka berfikir bahwa untuk menjadi orang sukses, mereka harus sepintar orang-orang yang lulus di universitas. Inilah paradigma salah yang berakibat sangat fatal. Banyak dari mereka belum menyadari bahwa cara terbaik untuk mendapatkan telur emas itu adalah dengan mendapatkan angsanya. Dan angsa ini tidak hanya melalui pendidikan formal.

Apakah prof. Hamka menjadi ahli agama dan sastra lewat sekolah? Apakah Sir Thomas Alfa Edison menemukan lampu pijar melalui pelajaran fisika dikelas? Jawabannya tidak. Mereka menjadi besar karena mereka senantiasa belajar dan memilih mendapatkan angsanya denga cara mereka sendiri. Bila setiap orang berfikir bahwa pendidikan formal itu satu-satunya cara untuk sukses, betapa banyak kita mendapati orang-orang yang tidak belajar.

Aku ingin mengubah paradigma itu! Aku sedih setiap melihat anak-anak yang seharusnya bermain dan belajar bersama teman-temannya disekolah harus lari dari satu kendaraan-kekendaraan yang lain untuk mengamen, untuk mencari uang, dan untuk mencari makan. Sungguh tragis. Aku ingin membuktikan bahwa bila kita percaya, ikhlas, berikhtiar, dan bertawakkal pada Allah SWT, kita bisa mendapatkan angsa itu! Tidak peduli apa warna kulitmu, siapa orangtuamu, darimana asalmu, seperti apa rumah mu.. itu tidak penting!


Lalu, seperti apa angsa yang sebenarnya itu?


Menurutku, setidaknya 4 hal yang bisa dijadikan parameter bahwa seseorang sudah mempunyai angsa yang ideal :

1. Gemar membaca

Aku tidak main-main, keinginan membaca seseorang merupakan salah satu pencerminan bahwa ia mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi. Semua tokoh–tokoh terbesar dunia adalah para penyerap ilmu pengetahuan besar. Mereka mendapatkan pengetahuan besarnya, terutama dari membaca. Mereka adalah kutu buku kelas berat.

Harun al-Rasyid (dari Masa Keemasan Peradaban Islam, Zaman 1001 Malam) adalah penggemar karya-karya Plato dan Aristoteles. Isaac Newton sejak muda membaca karya para tokoh–tokoh besar masa lalu, ”The Giants”, Euclid, Kopernicus, Galileo, Descartes dan banyak lainnya. Bill Gates (pendiri Microsoft, orang terkaya di dunia) menghabisi seluruh buku komputer di perpustakaan sekolahnya hanya dalam waktu beberapa minggu. Hitler adalah pembaca buku–buku militer, buku sejarah kebesaran Jerman, Bismarck, filosofi Nietzsche, dan banyak lainnya. Saat menganggur dipakainya untuk menghabisi buku–buku di perpustakaan di Wina, Austria. Einstein suka bolos sekolah untuk bisa membaca lebih banyak. Begitu pula Soekarno, Hatta, sampai salahsatu pejuang idealisme yang pernah kita kenal, Soe Hok Gie.


“If I have been able to see further, it was only because I stood, on the shoulders of Giants.” Begitu kata Isaac newton.

2. Taat pada agama

Mempunyai keyakinan yang kuat adalah salah satu sumber kekuatan terbesar. Kalau banyak orang muslim misalnya, yang memandang ibadah hanyalah bentuk ritual biasa dan membaca al-Qur’an hanyalah untuk orang-orang yang disebut “alim”, ustadz, kiai, atau orang yang diasosiasikan mempunyai jenggot panjang dan selalu memaki sorban.. mereka salah besar! Mereka telah meremehkan sebuah kekuatan besar dan bahkan semua pertanyaan sulit yang pernah ada seperti tujuan kita hidup, dsb dapat kita temukan jawabannya disini. Dengan mempunyai keyakinan agama yang kuat.

Dan sejarah juga sudah mencatat banyak orang-orang besar yang berdiri karena iman.

Goethoe, Tolstoy, Edison, Marconi di Eropa. Tagore, Gandhi di india.

Hulail dan Okbah dalam agama Yahudi.

Dante, Mathin Luther, de Loyala, Thomas Cerlyle dan Ruskin dalam agama Nasrani.

Jamaluddin Afghani, Ibnu Sinna, Muhammad Abduh, Iqbal dalam dunia Islam, dan lain-lain.

3. Pribadi pemikir dan pekerja

Hamka berkata dalam buku beliau, Pribadi, “pribadi yang membuat sejarah dalam suatu bangsa adalah dua macam : pribadi pemikir dan pribadi pekerja. Atau orang yang menteorikan dan orang yang mempraktikannya. Lantaran itu maka pekerjaan didalam hidup inipun ada dua : berfikir dan bekerja.”

Orang yang senantiasa berfikir, merenung, biasanya adalah orang-orang yang kritis. Sebuah permasalahan besar bisa dipecahkan bila kita sudah tahu terlebih dahulu apa masalah yang sebenarnya terjadi dan apa hal yang sebenarnya membuat permasalahan itu terjadi. Dan semua itu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai daya kritis. Dengan kata lain, orang yang bisa membuat perubahan besar adalah orang yang juga mempunyai pikiran yang besar.

Dan hasil pemikiran itu butuh keberanian untuk bisa merealisasikannya menjadi kenyataan. Keberanian untuk melakukan dan berjuang. Berani melakukan hal-hal besar, dan tekun bekerja untuk mencapai semua itu.

Bila kamu adalah seorang yang senang berfikir dan giat bekerja, selamat! Kamu adalah salah seorang yang nantinya akan dibutuhkan oleh umat manusia.

4. Senang berdiskusi

Ini memang hanya pendapatku, tetapi aku yakin orang yang senang berdiskusi berarti orang yang selalu terbuka dengan pikiran-pikiran baru. Dan orang yang terbuka adalah salah satu indikasi orang yang kreatif dan inovatif. Dalam dunia kerja, intuisi dan daya kreatif adalah aset yang sangat berpengaruh dalam sebuah pencapaian target. Semua tahu itu.




Yap, itu memang salah satu gagasan aneh yang pernah kupikirkan. Tapi aku khawatir dengan begitu berarti aku tidak bersyukur. Aku takut menghianati orang tuaku yang bersusah payah membiayai semua keperluanku dan aku dengan angkuh berkata bahwa aku akan memecahkan jalan setapak dunia ini dengan pikiranku sendiri. Aku memang aneh.

Mungkin tulisan ini menjadi sebuah kritik bagi dunia pendidikan. Kalau itu benar, tujuanku bukan ingin menghancurkan system yang sudah ada. Aku hanya ingin perubahan, aku ingin kita semua bisa menjalani kehidupan dengan lebih baik. Dan ini aku lakukan karena aku juga cinta Indonesia, aku cinta Negara ini. Aku ingin Indonesia menjadi lebih baik.

Mungkin dengan kritik ini nantinya aku akan dijauhi orang-orang yang tidak sependapat denganku. Aku mungkin dimusuhi nantinya. Tetapi aku hanya ingin kebaikan, aku hanya ingin mengungkapkan apa yang ada dipikiranku. Karena, apa lagi yang lebih puitis selain bicara tentang kebenaran?

3 comments:

  1. Wah"... Aku akui, aku masih kurang belajar. Aku ingin tahu, dari mana kau mendapatkan pengetahuan seperti ini?

    ReplyDelete
  2. wah, saya juga masih miskin ilmu mas. Klo memang ada pengetahuan dan manfaat yang bisa diambil, ya itu saya dapat dari belajar.. (emang ada cara lain ya? hhe)

    ReplyDelete
  3. Wah"... Aku akui, aku masih kurang belajar. Aku ingin tahu, dari mana kau mendapatkan pengetahuan seperti ini?

    ReplyDelete