Cara Menunda yang Modern

Hari ini ada momen sederhana tapi cukup berharga untuk dipahami. Pada saat jam istirahat di sekolah tadi, saya dan teman saya Adiguna Bahari sempat berbincang santai hal-hal tentang universitas-universitas hebat kelas dunia. Harvard, Stanford, MIT, dan sebuah universitas di Australia yang namanya saya lupa. Dan saya sempat membicarakan tentang Pranav Mistry, seorang Phd di MIT yang menemukan sebuah teknolgi yang luar biasa jenius, Sixthsense.

Nah, bagaimana mereka yang walaupun begitu masih muda, tapi dapat melahirkan berbagai karya jenius dan membanggakan.

“Pertama, lw harus delete account Facebook lw.. “ kata Adiguna. Sederhana dan pratis sih. Facebook, twiter, dan jejaring sosial lainnya memang telah menjadi alasan baru semua orang untuk terlihat sibuk, untuk menunda pekerjaan-pekerjaan yang lain.


Dan saya percaya bila kita bisa memanfaatkan teknologi ini dengan bijak, visioner, dan seimbang.. mempunyai berbagai account jejaring sosial bukanlah masalah. Justru ini bisa menjadi pembangun personal branding, dan mempublikasikan karya-karya kita. Tapi, hanya jika kita tahu cara menggunakannya dengan benar.

Dan yang menjadi kenyataan sekarang ini adalah, begitu banyak orang dibuat lalai dengan teknologi jejaring sosial ini. Mereka tampak sibuk. Tapi, sayangnya kesibukan mereka tidak begitu penting. Kesibukan yang membuat banyak penundaan, dan inilah yang disebut penundaan modern.

Otak kadal menyukai sebuah deadline yang diundur. Banyak murid akan senang bila gurunya menunda hari ulangan. Sebuah pekerjaan yang melelahkan, dan kebanyakan merepotkan.

Ini menggambarkan keamanan, karena jika Anda tidak menantang status quo, Anda tidak dapat dibuat diolok-olok, tidak bisa gagal, tidak bisa di tertawakan. Sehingga perlawanannya adalah mencari cara untuk terlihat sibuk, yang sebenarnya tidak benar-benar melakukan apa-apa.

Saya ingin menempatkan ide bahwa bagi banyak orang, menyalahgunakan Twitter, Facebook, dan berbagai jejaring sosial digital adalah ekspresi tertinggi sebuah penundaan. Anda dapat menjadi sibuk, sangat sibuk, bahkan selamanya. Semakin banyak yang Anda lakukan, semakin panjang antriannya. Semakin besar lingkaran, semakin banyak koneksi yang tersedia.

Kemalasan dalam “pekerjaan kerah putih” tidak ada hubungannya dengan menghindari pekerjaan fisik yang berat. "Siapa yang ingin membantu saya memindahkan kotak ini!" Sebaliknya, itu ada hubungannya dengan menghindari kesulitan (dan tampaknya berisiko) untuk para tenaga kerja intelektual. Termasuk para pelajar yang seharusnya lebih banyak waktu untuk belajar.

“Hey, bagaimana kabarnya hari ini?”

"Oh, aku sedang sibuk, sangat sibuk."

"Aku melihat bahwa kau memang sedang sibuk. Tapi apakah kau melakukan sesuatu yang penting?"

Sibuk tidak sama dengan penting. Banyak tidak berarti penting.

Ketika perlawanan mendorong Anda untuk melakukan reaksi cepat, pesan instan online, mungkin ada gunanya untuk mendorong persis ke arah yang berlawanan. Mungkin sudah waktunya untuk kembali menggunakan kertas kosong biasa, membatalkan waktu-panjang untuk seorang yang malas, sebuah percakapan yang sulit, terobosan kreatif ...

Atau Anda bisa mengecek status facebook anda.

5 comments:

  1. Benar-benar.. Social media seperti pedang bermata dua yang tajam sekali kedua matanya... Perlu kesadaran yang tinggi nih agar tidak salah menggunakan pedang itu.

    ReplyDelete
  2. yap, setuju. Social media sebenarnya hanyalah alat. Efeknya bagus atau buruk, tergantung bagaimana orang meggunakannya.

    ReplyDelete
  3. nama univny UNSW nas.. dan jurusannya yg gw tertarik itu School of Photovoltaic and Renewable Energy Engineering

    hahahahaha

    ReplyDelete
  4. Benar-benar.. Social media seperti pedang bermata dua yang tajam sekali kedua matanya... Perlu kesadaran yang tinggi nih agar tidak salah menggunakan pedang itu.

    ReplyDelete
  5. nama univny UNSW nas.. dan jurusannya yg gw tertarik itu School of Photovoltaic and Renewable Energy Engineering

    hahahahaha

    ReplyDelete