Some Thoughts


1.
Do The Hard Thing


practice makes perfect
Sewaktu gue baru aja lulus dari SMA, gue banyak cari nasehat tentang apa yang seharusnya gue lakukan di masa kuliah, apa yang seharusnya seorang computer science major bisa kerjakan, capai, dan apa yang sebaiknya gue hindari. Gue cari di hacker news, quora, artikel-artikel yang penulisnya menurut gue cukup kredibel untuk dijadikan teladan seorang computer scientist. Gue bukan psikolog dan gue nggak tau bagaimana membuat orang selalu melihat gue tampak menarik, gue hanya mencoba untuk mecari tahu goal-goal apa yang bisa gue coba gapai.

Dari mulai bikin mobile apps, belajar matematika diskrit, baca beberapa buku Donald Knuth, Buat target nulis 10.000 kode dalam empat tahun, kontribusi di aplikasi-aplikasi open source, dan lain-lain.

Ada salah satu artikel, yang membuat gue tertegun yaitu tulisannya Paul Graham, tentang betapa indahnya bisa membangun startup, membuat sesuatu yang bermanfaat dan berguna untuk orang lain. Dalam konteks ini, tentu saja hal-hal seperti software atau semacamnya. Tapi filosofinya lebih dari itu, kita bisa bahagia ketika kita bisa membuat diri kita kagum. Kita nggak akan benar-benar puas kalau hanya melihat hasil usaha kita yang biasa-biasa aja. Tapi bila kita bekerja keras untuk mencapai sesuatu, yang memang sulit diraih, dan sangat berharga bila bisa tercapai.. kita akan merasakan rasa kebahagiaan tersendiri. Kepuasan unik, sama seperti kelegaan seorang penemu yang selama 3 minggu di lab dan akhirnya berhasil menciptakan sesuatu yang memukau. Untuk bahagia, salah satunya adalah dengan memilih pilihan yang lebih sulit, lebih susah, dan lebih banyak godaan untuk berhenti daripada melanjutkan.

If you have a hard time deciding whether to do one thing or the other, always choose the harder thing. That way, you rule out being lazy.

Gue rasa, bisa menguasai suatu bidang tertentu adalah bagian dari kepribadian seseorang yang membuatnya unik. Untuk bisa terlihat beda, kita nggak bisa hanya mengikuti arus dan terus melakukan apapun yang orang lain bilang dan mengikuti mereka. Kita harus punya sesuatu yang kita andalkan. Menjadi master disuatu bidang? Itu memang agak naif, tapi itu pantas untuk diperjuangkan.

Pernah berpikir bagaimana ada orang-orang seperti Mozart, Einstein, Louis Pasteur, Al-Khawarizmi, Richard Feynman, Bill Gates, Steve Jobs bisa ada dan mencapai apa yang akan dunia ingat bahkan sampai ratusan tahun setelah mereka mungkin sudah tidak ada?

Semua orang penasaran, dan memang sudah banyak studi ilmiah yang udah dilakukan. Salah satunya adalah yang cukup populer sekarang, 10.000 rule. Butuh 10.000 jam latihan untuk bisa jadi expert disuatu bidang. Itu berarti 3 jam sehari selama satu minggu dalam 10 tahun. Hasil penelitian ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 1970-an, tapi kemudian baru populer setelah Malcolm Gladwell menulis Outlier tahun 2008.


2.
Latihan

10.000 jam itu waktu yang nggak sedikit, dan pertama kali gue tahu tentang ini adalah berpikir.. Ini keren! Sekarang gue tahu apa yang seenggaknya harus gue lakukan untuk bisa menjadi "seseorang". Tapi ini masih belum jelas. Maksud gue, latihan itu bisa mudah bisa juga sulit. Apakah sama orang yang setiap hari latihannya hanya melakukan hal yang sama dibanding dengan hasil orang yang latihannya berat dan berusaha untuk selalu meningkatkan kualitas latihannya? Beda. Ini yang membedakan latihan biasa dengan yang namanya "deliberate practice."

Kalau lu juga suka baca hacker news atau ngecek buku-buku best seller apa di amazon, pasti nggak asing dengan istilah ini. Karena topik "deliberate pactice" ini cukup banyak dibicarakan dan memang sengat menarik. Hukum 10.000 jam itu belum cukup, belum cukup jelas. Untuk bisa menguasai sesuatu kita butuh 10.000 jam deliberate practice. Deliberate practice ini memang berat, tapi kita nggak perlu melakukannya sepanjang hari. Cukup beberapa jam sehari asalkan konsisten (dan buat gue ini juga masih susah juga). 

Geoff Colvin, seorang editor Fortune Magazine yang menulis buku tentang ide ini, melakukan survei dan meneliti litelatur-litelatur, dan mengembangkan definisi DP ini dalam enam karakteristik (yang gue tampilin dalam bahasa Inggris aja biar maknanya nggak berubah):


  1. It’s designed to improve performance. “The essence of deliberate practice is continually stretching an individual just beyond his or her current abilities. That may sound obvious, but most of us don’t do it in the activities we think of as practice.”
  2. It’s repeated a lot. “High repetition is the most important difference between deliberate practice of a task and performing the task for real, when it counts.”
  3. Feedback on results is continuously available. “You may think that your rehearsal of a job interview was flawless, but your opinion isn’t what counts.”
  4. It’s highly demanding mentally. “Deliberate practice is above all an effort of focus and concentration. That is what makes it ‘deliberate,’ as distinct from the mindless playing of scales or hitting of tennis balls that most people engage in.”
  5. It’s hard. “Doing things we know how to do well is enjoyable, and that’s exactly the opposite of what deliberate practice demands.”
  6. It requires (good) goals. “The best performers set goals that are not about the outcome but rather about the process of reaching the outcome.”



Mengetahui tentang konsep 10.000 jam dan deliberate practice ini memang cukup menarik, tapi nggak ada gunanya kalau kita cuman mengetahui hal semacam ini hanya untuk kesenangan emosional. Kita harus bisa konsisten melakukan latihan, setiap hari, nggak perlu terlalu lama. Satu jam sehari, asal konsisten.. udah cukup bagus. Itu salah satu nasehat paling nancleb lainnya buat gue. Gue dapet nasihat ini saat mulai belajar Python, di buku Learn Python The Hard Way karya Zed Shaw. Ini kutipannya yang gue ambil dari bab pendahuluan buku ini (gue nggak yakin apakah mengutip 5 paragraf masih dibilang "mengutip", tapi karena tulisan di blog ini sifatnya open content*, semoga nggak ada masalah deh)  :

"While you are studying programming, I’m studying how to play guitar. I practice it every day for at least 2 hours a day. I play scales, chords, and arpeggios for an hour at least and then learn music theory, ear training, songs and anything else I can. Some days I study guitar and music for 8 hours because I feel like it and it’s fun. To me repetitive practice is natural and just how to learn something. I know that to get good at anything you have to practice every day, even if I suck that day (which is often) or it’s difficult. Keep trying and eventually it’ll be easier and fun.

"As you study this book, and continue with programming, remember that anything worth doing is difficult at first. Maybe you are the kind of person who is afraid of failure so you give up at the first sign of difficulty. Maybe you never learned self-discipline so you can’t do anything that’s “boring”. Maybe you were told that you are “gifted” so you never attempt anything that might make you seem stupid or not a prodigy. Maybe you are competitive and unfairly compare yourself to someone like me who’s been programming for 20+ years.

"Whatever your reason for wanting to quit, keep at it. Force yourself. If you run into an Extra Credit you can’t do, or a lesson you just do not understand, then skip it and come back to it later. Just keep going because with programming there’s this very odd thing that happens.

"At first, you will not understand anything. It’ll be weird, just like with learning any human language. You will struggle with words, and not know what symbols are what, and it’ll all be very confusing. Then one day BANG your brain will snap and you will suddenly “get it”. If you keep doing the exercises and keep trying to understand them, you will get it. You might not be a master coder, but you will at least understand how programming works.

"If you give up, you won’t ever reach this point. You will hit the first confusing thing (which is everything at first) and then stop. If you keep trying, keep typing it in, trying to understand it and reading about it, you will eventually get it. But, if you go through this whole book, and you still do not understand how to code, at least you gave it a shot. You can say you tried your best and a little more and it didn’t work out, but at least you tried. You can be proud of that."

Nasehat ini semakin jadi tantangan setiap gue keingat salah satu saran yang gue dapet dari diskusi di hacker news. Salah satu nasehat sederhana untuk para mahasiswa yang masuk jurusan Computer Science :

"Don't suck at programming, logic, or math, and you'll do just fine. "

Kalau mau mencapai sesuatu atau menghasilkan sesuatu, nggak ada cara lain selain melatihnya. Bukan cuman asal latihan, tapi "Deliberate Practice", dan itu harus disiplin. Kalau nggak, ketahuilah.. di luar sana pasti ada yang sudah jauh melampaui kita. Jalan seperti ini memang panjang dan sulit, tapi jalan yang terlalu cepat juga berbahaya.

"Everybody wants to be a rock star and win the lottery. Nobody ever does, and the ones that do end up destroying their life. Realize slow success is a million times better than overnight success."


3.
Tentang Kegagalan

Manusia tidak dapat hidup tanpa mempercayai sesuatu yang bersifat gaib. Kepercayaan itulah yang dijadikannya dasar pengambilan apa yang tidak diketahuinya serta yang tidak mampu dikuasainya. Sebagai seorang muslim, Al-Quran adalah bagian dari jalan hidup gue, dan ada banyak hal bernilai disetiap ayatnya yang berharga buat kehidupan manusia. Gue mau share satu ayat, di QS An-Nahl. Gue nemu ayat ini nggak sengaja, dan tertarik untuk membaca bagian dari tafsirnya. Bunyinya :

"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus kepada Tsamud saudara mereka Shalih: 'Sembahlah Allah.' Tetapi tiba-tiba mereka menjadi dua golongan yang berseteru. Dia berkata: 'Hai kaumku mengapa kamu meminta disegerakan keburukan sebelum kebaikan? Mestinya kamu memohon ampun kepada Allah, agar kamu mendapat rahmat.' Mereka berkata: 'Kami telah medapat kesialan disebabkan olehmu dan orang-orang yang besertamu. Dia berkata: 'Nasibmu ada pada sisi Allah, tetapi kamu adalah kaum yang diuji" (QS. An-Nahl: 45)

Disini gue hanya membahas jawaban Nabi Shalih as. Tentang komentar kaum Tsamud dan kesialan yang mereka bilang. Firman-Nya: tetapi kamu adalah kaum yang diuji, dapat juga dipahami dalam arti kamu wahai yang menduga kami merupakan sebab kesialan adalah kaum yang diuji dan diperdaya oleh setan dengan jalan menancapkan dalam hati kamu keyakinan tentang hal itu atau tentang adanya apa yang dinamai sial yang disebabkan oleh orang lain.

Jawaban Nabi Shalih as. Diatas menandakan bahwa Allah swt. tidak menjadikan kebaikan nasib atau keburukannya berdasar kegiatan orang lain, tetapi semata-mata adalah keterlibatan yang bersangkutan dalam setiap aktivitas. Tidak ada istilah hari baik atau sial, orang mujur atau celaka. Yang ada, adalah usaha sukses sebagai hasil doa dan kegiatan serta kesempurnaan perencanaan, atau usaha gagal karena ketiadaan perkenaan Allah akibat kurangnya persiapan atau tidak sempurnanya persyaratan sukses.

Jadi, mulai sekarang, kalau rencana nggak nggak berhasil mulus atau kita terjatuh karena satu hal, itu bukan karena gua bodoh dan nggak berbakat. Itu karena memang gue melakukan kesalahan. Gue harus cari cara lain.


4. 
Tentang Keluar

Apa yang lu pikirkan ketika melihat temen lu memutuskan untuk berhenti disalah satu ekstrakurikulernya dan mencoba hal yang lain. Sebagian akan berpikir bahwa ia memang lelah dan butuh waktu lebih banyak, tapi yang sebagian besar temannya pikirkan adalah bahwa dia menyerah. Dia lemah. Dia payah. Dia putus asa. Kalau dia kuat, dia nggak akan keluar dari kegiatan itu, dia akan mencoba me-manage waktu dengan lebih baik, dan melakukannya dengan dengan lebih efisien. Pemenang nggak pernah berhenti, dan orang yang berhenti nggak pernah menang. Benar?

Salah.

Menurut gue opini seacam ini nggak selalu benar. Mengatakan "tidak" pada suatu hal, atau keluar dari suatu kegiatan tidak selalu berarti dia sedang menyerah. Kalau semua pemenang nggak pernah keluar atau berhenti, mengapa banyak  great performers yang keluar baik dalam proyek kecil maupun besar. Michaelanglo dan Leonardo Da Vinci sering berhenti pada beberapa proyek mereka, ini dilihat dari banyaknya pekerjaan mereka yang belum diselesaikan.

Atau businessmen seperti billionaire Richard Branson, yang sering juga memulai dengan banyak project dan berakhirnya dengan berhenti disebagian besarnya (ada yang tertarik membeli  Virgin Megastores?).

Atau Michael Jordan, yang keluar dari bermain basket beralih ke baseball, lalu keluar lagi dari baseball dan balik lagi maen basket.

Ada dua jenis alasan ketika orang memutuskan untuk keluar : alasan payah dan alasan logis. Alasan payah adalah dia keluar karena dia menyerah dan tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi ada alasan logis, yaitu karena dia ingin melakukan sesuatu yang baru. Alasan "keluar" jenis ini sepertinya lebih cocok disebut "beradaptasi." Dia keluar karena memang direncanakan, dan itu bagian dari strategi. Dia keluar bukan karena dia pasrah, dia keluar karena itu bagian dari pilihan. 

Jadi, jangan terlalu konservatif melihat orang yang memutuskan untuk berhenti pada satu hal, khususnya untuk pelajar dan mahasiswa, adalah kegiatan ekstra entah organisasi atau ekstrakurikuler. Semua orang berhak memilih, organisasi atau klub bukan bajak laut, jadi jangan buat pertemanan kandas karena hal-hal seperti ini.




*Open Content: Tulisan yang boleh disebarluaskan kembali, fan dimodifikasi asal sumbernya dilampirkan.